KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN ITP (IDIOPATIC
TROMBOSITOPENIA PURPURA)
PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN
STIKES BINA
SEHAT PPNI MOJOKERTO
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kepada Allah SWT yang Maha Esa karena atas Ridha-Nya akhirnya kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas mengenai Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan
ITP (Idiopathic Trombositopenia Purpura).
Shalawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga
serta sahabat beliau. Penyusun berterima kasih kepada seluruh pihak dan
pembimbing yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, baik secara langsung
maupun tidak.
Bila
dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak berkenan bagi
pembaca, dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf. Kritik dan saran dari
pembaca sebagai koreksi sangat diharapkan. Semoga taufik, hidayat dan rahmat
senantiasa menyertai kita semua menuju keridhaan Allah SWT. Amin ya Rabbal
Alamin
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trombositopenia merupakan kondisi dimana jumlah trombosit (bagian dari pembekuan darah) berkurang dari jumlah
normalnya. Pada keadaan fisiologis normal, jumlah trombosit di dalam sirkulasi berkisar
antara 150.000-450000/mm3,
rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira sepertiga dari jumlah trombosit di dalam sirkulasi
darah mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk
mempertahankan jumlah trombosit supaya tetap normal, diproduksi 150.000-450000 sel trombosit per hari. Jika
jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal
meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai
kurangdari 10.000/mL.
Pada trombositopenia berat dapat mengakibatkan
kematian akibat kehilangan darah atau perdarahan dalam organ-organ vital. Insiden
untuk ITP adalah 50-100 juta kasus baru setiap tahun. Dengan anak
melingkupi separuh daripada
bilangan tersebut. Kejadian atau insiden Immune Trombositopenia Purpura diperkirakan
lima kasus per 100.000 anak-anak dan kasus per 100.000 orang dewasa (Emedicine, 2008).
Perawat diwajibkan untuk
memahami dengan benar mengenai ITP agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu melakukan usaha pencegahan
untuk terjadinya cedera. Sehingga dengan dibuatnya
makalah ini sebagai mahasiswa diharapkan dapat memahami tinjauan teori dan
konsep asuhan dasar keperawatan dari ITP.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Definisi ITP?
2.
Bagaimana etiologi ITP?
3.
Manifestasi
klinik pada klien dengan ITP?
4.
Patofisiologis
Idiopatic Trombositopenia Purpura?
5.
Bagaimana
Penatalaksanaan Pada Klien dengan ITP?
6.
Komplikasi
pada klien dengan ITP?
7.
Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan pada klien dengan ITP?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
dan Memahami Definisi ITP
2.
Menjelaskan
dan Memahami etiologi ITP
3.
Menjelaskan
dan Memahami Manifestasi klinik pada klien dengan ITP
4.
Menjelaskan
dan Memahami Patofisiologis ITP
5.
Menjelaskan
dan Memahami Penatalaksanaan ITP
6.
Menjelaskan
dan Memahami Komplikasi pada klien dengan ITP
7. Menjelaskan dan Memahami Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan pada klien dengan ITP
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
DEFINISI
ITP merupakan penyebab paling
umum gangguan hemoragik dan penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi. (Kapita
Selekta, 2008 : 1035) ITP adalah trombositopenia dengan penyebab proses imun
(adanya antibodi terhadap trombosit). (Wiwik dan Sulistyo, 2008 : 129)
ITP merupakan singkatan dari Idiopatik
Trombositopenia Purpura. Idiopatik artinya penyebabnya tidak diketahui.
Trombositopenia artinya berkurangnya jumlah trombosit dalam darah atau darah
tidak mempunyai platelet yang cukup. Purpura artinya perdarahan kecil yang ada
di dalam kulit, membrane mukosa atau permukaan
serosa (Dorland, 2009 : ).
Trombositopenia adalah suatu
kekurangan trombosit, yang merupakan bagian dari pembekuan
darah. ITP adalah jenis trombositopenia berat yang dapat mengancam kehidupan
dengan jumlah trombosit < 10.000 mm3 yang ditandai dengan mudahnya
timbul memar serta perdarahan subkutaneus yang multiple. Biasanya penderita
menampakkan bercak-bercak kecil berwarnan ungu. Karena jumlah trombosit sangat
rendah, maka pembentukan bekuan tidak memadai dan konstriksi pembuluh yang
terlukan tidak adekuat.
ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa
petekie atau ekimosis di kulit maupun selaput lendir dan
berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak
diketahui. Purpura Trombositopenia Idiopatika adalah suatu kelainan yang
didapat, yang ditandai oleh trombositopenia, purpura, dan etiologi yang tidak
jelas. ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenia Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya.
Thrombocytopenia berarti darah yang tidak cukup
memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan).
ITP adalah
syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi
dalam keadaan sum-sum normal. ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit /
selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena
sebab yang tidak diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2 – 8
tahun), lebih sering terjadi pada wanita. (Kapita Selekta, 2008). ITP adalah salah satu gangguan perdarahan
didapat yang paling umum terjadi. ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat
penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sumsum normal.
Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) merupakan suatu kelainan yang
berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya
penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya
autoantibody terhadap trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglobulin Ig
G. Adanya trombositopenia pada ITP ini akan
megakibatkan gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan
sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam
mempertahankan hemostasis normal.
Klasifikasi ITP adalah sebagai berikut (Wiwik
dan Sulistyo, 2008 : 130) :
1.
Akut
·
Pada anak-anak dan dewasa muda
·
Riwayat infeksi virus 1-3 minggu sebelumnya
·
Gejala Pendarahan bersifat mendadak
·
Lama penyakit 2-6 minggu atau 6 bulan, jarang lebih dan remisi
spontan pada 80% kasus
·
Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
2.
Kronik
·
Paling banyak
terjadi pada wanita muda dan pertengahan
·
Jarang
terdapat riwayat infeksi sebelumnya
·
Gejala
pendarahan bersifat menyusup, pada wanita berupa
menomethoragi
·
Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah
diagnosis
·
Jumlah trombosit tetap di bawah normal selama
penyakit.
·
Jarang terjadi remisi spontan
Prognosis
ITP sebagai berikut :
- Pada anak-anak 89%
sembuh, 54% sembuh dalam 4-8 minggu, 2%
Meninggal
- Pada orang dewasa 64%
sembuh, 30% penyakit kronik, 5% meninggal
- Bila pasien tidak
mengalami perdarahan dan memiliki jumlah trombosit
diatas 20.000/μL, harus dipertimbangkan
untuk tidak memberikan terapi
karena banyak pasien
trombositopenia kronik yang parah dapat hidup selama
dua sampai tiga dekade.
2.2
ETIOLOGI
Penyakit
ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang
menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons
tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk kedalam tubuh. Tetapi
untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah tubuhnya
sendiri. Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan
trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian
besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh.
Secara
normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke
dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan
sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. ITP
kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi
makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan
factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata
(KID) dan autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP
dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Selain itu, ITP
juga terjadi pada pengidap HIV. Sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman
keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan Rombositopenia. Penyebab dari ITP kemungkinan dari (Kapita Selekta, 2008 : 1035) :
·
Intoksikasi makanan atau obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil
butazon, diamokkina, sedormid).
·
Mungkin bersifat kongenital atau akuisita (didapat)
·
Penurunan
produksi trombosit defektif didalam sumsum tulang
·
Peningkatan
proses penghancuran trombosit diluar sumsum tulang yang disebabkan penyakit
atau gangguan lain (seperti sirosis hati, koagulasi intravaskular, diseminata)
·
Sekuestrasi
(hipersplenisme, hipotermia) atau kehilangan trombosit
·
Kejadian
berulang setelah infeksi virus, seperti virus epstein-barr atau mononukleosis
infeksius, virus demam berdarah.
2.3
MANIFESTASI KLINIK
Pada purpura trombositopenik idiopatik yang akut,
gejalanya dapat timbul secara mendadak. Sementara pada stadium kronis gejala
akan timbul secara perlahan. Pendarahan biasanya terjadi bila
jumlah trombosit < 50. 000/ mm3, dan perdarahan spontan terjadi jika
jumlah trombosit <10.000/mm3. Gejala klinis pada klien dengan ITP yaitu (Wiwik dan
Sulistyo, 2008 : 131) :
·
Ptekie, ekimosis, dan purpura
Peningkatan permeabilitas mengakibatkan
keluarnya darah berupa petekie,
purpura, dan ekimosis yang
besar. Titik perdarahan yang dapat dilihat pada
permukaan kulit atau pada potongan permukaan
organ disebut petekie. Bercak
perdarahan yang lebih besar disebut ekimosis dan keadaan yang ditandai dengan bercak-bercak perdarahan
yang tersebar luas disebut purpura.
·
Keletihan, kelemahan, demam dan anoreksia
·
Vesikel atau bulae yang bersifat hemoragik
Lepuhan kecil berisi cairan yang berdiameter kurang dari 0,5 cm. Sedangkan bulae merupakan lesi menonjol melingkar
(> 0,5 cm) yang berisi cairan serosa di atas dermis.
·
Epitaksis dan pendarahan gusi
Epitaksis
terjadi sebagai gejala awal pada sepertiga dari penderita anak-anak.
·
Menometroraghia
Bentuk
campuran dari menoragia dan metroragia, menoragia merupakan perdarahan haid dalam jumlah yang melebihi 80 ml. Sedangkan metroragia yaitu terjadinya perdarahan berupa bercak bercak diluar siklus haid.
·
Hematuri
kondisi di
mana urin mengandung darah atau sel-sel darah merah. Keberadaan darah dalam
urin biasanya akibat perdarahan di suatu tempat di sepanjang saluran kemih. Pendarahan traktus urinarius cukup jarang terjadi
pada penderita ITP.
·
Melena
Pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti akibat pendarahan pada saluran
pencernaan.
·
Pendarahan intrakranial (merupakan penyulit berat, terjadi 1% pada kasus)
·
Tidak ada limfadenopati
Limfadenopati
merupakan proses penyakit yang
menyerang satu atau beberapa kelenjar getah bening.
·
Splenomegali ringan, pembesaran limfa dua kali ukuran normal
Merupakan
bentuk patologi, pembesaran pada limpa terjadi karena adanya peningkatan jumlah
sel fagosit dan jumlah sel darah. Limpa memiliki peranan penting dalam
patogenesis pada ITP. Limpa merupakan tempat utama produksi antibodi
antitrombosit dan destruksi trombosit yang dilapisi oleh Ig G.
Gejala
berdasarkan klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1.
ITP akut :
·
Perdarahan dapat didahului oleh infeksi, pemberian obat-obatan atau
menarche.
·
Pada permulaan perdarahan sangat hebat selain terjadi trombositopenia
rusaknya megakariosit, juga terjadi perubahan pembuluh darah.
·
Sering terjadi perdarahan GIT, tuba falopi dan peritoneum.
·
Kelenjar lymphe, lien dan hepar jarang membesar
2.
ITP Kronis :
·
Permulaan tidak dapat ditentukan, ada riwayat perdarahan menahun, menstruasi
yang lama.
·
Jumlah trombosit 30.000-80.000/mm3.
2.4 Patofisiologis
(Wiwik Handayani, 2008)
(Wiwik Handayani, 2008)
2.5
PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi
perusakan
trombosit sebagai berikut :
a. ITP Akut
·
Ringan: observasi tanpa pengobatan akan sembuh
spontan.
·
Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah
trombosit belum naik, maka berikan kortikosteroid. Terapi awal prednison dosis 0,5-1,2
mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respon terapi prednisone terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu pertama,bila respon baik
dilanjutkan sampai satu bulan.
·
Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka
berikan immunoglobulin per IV.
Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selama 2-3 hari berturut- turut
digunakan bila terjadi pendarahan internal, saat AT (antibodi trombosit)
<5000/ml meskipun telah mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari
atau adanya purpura yang progresif. Bila keadaan gawat, maka diberikan transfuse suspensi trombosit.
b. ITP Kronis
·
Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan.
Misal: prednisone 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral.
Bila tidak berespon
terhadap kortikosteroid berikan
immunoglobulin (IV).
·
Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari
peroral.
- Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.
- Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral.
Jika dalam 3 bulan tidak memberi respon pada
kortikosteroid (AT <30.000/μL) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka
diperlukan:
·
Splenektomi
Indikasi:
· Resisten
terhadap pemberian kortikosteroid dan imunosupresif selama 3
bulan.
- Remisi
spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian
kortikosteroid
saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
- Penderita
yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun
perlu dosis
tinggi untuk mempertahankan klinis yang baik tanpa perdarahan.
Kontra indikasi:
Anak usia sebelum 2 tahun: fungsi limpa terhadap
infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar
getah bening dan thymus)
·
Pemberian Ig anti G 70μg/kg
·
Terapi supportif, terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia
- Pemberian
androgen (danazol)
- Pemberian high
dose immunoglobulin (IgIV 1 mg/kg/hari selama 2
Hari berturut-turut) untuk
menekan fungsi makrofag dan
meningkatkan AT dengan cepat.
- Pemberian metil
prednisolon jika pasien resisten terhadap
prednison
- Transfusi
konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada
penderita dengan risiko perdarahan
akut.
2.
Preventif
Tindakan preventif ini untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan
meningkatnya tingkat
keparahan.
- Membatasi gerakan fisik
- Mencegah pendarahan akibat trauma
- Melindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan
- Menghindari obat – obatan seperti aspirin
atau ibuprofen yang
dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan
dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan
- Menghindari obat penekan fungsi trombosit
- Melakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin
dapat berkembang
- Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam.
Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak
memiliki limfa.
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi
yang mungkin muncul antara lain :
a.
Reaksi
transfusi
Merupakan keadaan kegawatdaruratan hematologik,
pada ITP dapat terjadi pendarahan mayor jika trombosit < 10.000/mm3.
Dalam pemberian tranfusi memang harus dalam pengawasan ketat. Reaksi transfusi
dapat mengakibatkan reaksi anafilaksis. Terjadi karena pemberian dara
mengandung Ig A pada penderita tergolong defisiensi Ig A konginetal, yang telah
mendapat sensitisasi terhadapa Ig A sebelumnya melalui tranfusi kehamilan.
Reaksi dapat terjadi dalam bentuk urtikaria dan bronkospasme.
b.
Relaps
Merupakan kambuh berulang atau gagal dalam
pengobatan, dan pada dewasa perlu dilakukan splenenektomi. Relaps dapat terjadi
karena tidak berespon terhadap kortikostroid dan imunoglobulin IV.
c.
Perdarahan
susunan saraf pusat
Misalnya pendarahan pada subdural, kurang dari 1%
penderita yang mengalami ini dari kasus yang terkena.
d.
Kematian
Trombositopenia berat yang mengancam kehidupan ditemukan
bila jumlah trombosit < 10.000/mm3.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Data
subjektif
1.
Identitas Klien
· Nama klien
· Nomer RM
· Umur
ITP kronik umumnya
terdapat pada orang dewasa dengan usia rata-rata 40-45 tahun.
· Jenis kelamin
Rasio antara
perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien ITP akut sedangkan pada ITP
kronik adalah 2-3:1.
· Status perkawinan
· Pekerjaan
· Agama
· Alamat
· Tanggal MRS
· Diagnosa Medis
Diagnosa medis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang,
tidak bisa hanya dengan manifestasi klinik yang ada.
·
Tanggal MRS
·
Jam MRS
·
Tanggal Pengkajian
·
Jam Pengkajian
2.
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
·
Ptekie
Bintik-bintik
kemerahan yang
muncul akibat pendarahan dibawah kulit, keluarnya darah
dari pembuluh darah ke dermis, dan ruam tidak memucat
bila ditekan. Nilai ptekie kurang dari 5 mm apabila memucat ketika ditekan. Sedangkan lebih dari 5 mm disebut purpura. Petekie ditemukan bila
jumlah trombosit < 30.000/mm3.
·
Ekimosis
Darah yang
terperangkap di jaringan bawah kulit dan gejala ini terjadi mendadak pada penderita ITP. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang lama akibat trauma
ringan ditemukan pada jumlah < 50.000/mm3.
·
Vesikel atau bulae yang bersifat hemoragik
Lepuhan
kecil berisi cairan yang berdiameter kurang dari 0,5 cm. Sedangkan bulae merupakan lesi menonjol melingkar
(> 0,5 cm) yang berisi cairan serosa di atas dermis.
·
Perdarahan
dibawah membran mukosa (saluran GI, kemih, genital, respirasi)
b.
Riwayat penyakit sekarang
·
Epitaksis
Sering
disebut juga mimisan yaitu satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar
melalui lubang hidung akibat adanya kelainan lokal pada rongga hidung ataupun
karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh.
·
Menoragia
Periodik
menstruasi yang terjadi pendarahan berat atau berkepanjangan (abnormal),
periode inilah yang menyebabkan kehilangan banyak darah dan dapat juga disertai
kram.
·
Malaise
Keluhan
utama dapat disertai malaise yaitu anoreksia, nafsu makan menurun dan kelelahan, dan kelemahan. Kelemahan dapat
terjadi dengan atau tanpa disertai saat pendarahan terjadi akibat kekurangan
suplai darah tidak seimbang dengan kebutuhan.
·
Menometroraghia
Bentuk campuran dari menoragia dan metroragia, menoragia merupakan perdarahan haid dalam jumlah yang melebihi 80 ml. Sedangkan metroragia yaitu terjadinya perdarahan berupa bercak bercak diluar siklus haid.
c.
Riwayat
penyakit dahulu
Pada trombositopenia
akuista, kemungkinan penggunaan satu atau beberapa obat penyebab
trombositopenia (heparin, kuinidin, kuinin, antibiotik
yang mengandung sulfa, beberapa obat diabetes per-oral, garam emas, rifampin).
d.
Riwayat
penyakit keluarga
ITP
juga memiliki kecenderungan genetik pada kembar monozigot dan pada beberapa
keluarga, serta telah diketahui adanya kecenderungan menghasilkan autoantibodi
pada anggota keluarga yang sama.
3.
Pola Fungsi Kesehatan
a.
Pola persepsi terhadap kesehatan
Terjadi perubahan karena defisit perawatan diri akibat kelemahan,
sehingga menimbulkan masalah kesehatan lain yang juga
memerlukan perawatan yang serius akibat infeksi.
b.
Pola nutrisi metabolisme
Penderita pada umumnya kehilangan nafsu makan, dan sering terjadi pendarahan pada saluran pencernaan.
c.
Pola eliminasi.
Pola ini biasanya terjadi perubahan pada eliminasi akut karena asupan nutrisi yang kurang sehingga
penderita biasanya tidak bisa BAB secara normal. Terjadi melena dan hematuria adalah hal yang sering dihadapi klien.
d.
Pola istirahat-tidur.
Gangguan kualitas tidur akibat
perdarahan yang sering terjadi.
e.
Pola aktivitas latihan
Penderita terjadi kelelahan umum dan kelemahan otot,
kelelahan, nyeri akan mempengaruhi aktifitas pada penderita ITP.
f.
Pola persepsi diri
Adanya kecemasan, menyangkal dari kondisi, ketakutan
dan mudah terangsang, perasaan tidak berdaya dan tidak punya harapan untuk sembuh.
g.
Pola kognitif perseptual
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi kemampuan panca indra penglihatan dan pendengaran
akibat dari efek samping obat pada saat dalam tahap penyembuhan.
h.
Pola toleransi koping stress
Adanya
ketidakefektifan dalam mengatasi masalah individu dan keluarga pada klien.
i.
Pola reproduksi seksual
Pada umumnya terjadi
penurunan fungsi seksualitas pada penderita ITP.
j.
Pola hubungan peran
Terjadi keadaan yang sangat menggangu hubungan interpersonal karena klien dengan ITP dikenal sebagai penyakit yang
menakutkan.
k.
Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress spiritual pada diri penderita, bila
terjadi serangan yang hebat atau penderita tampak kurang sehat.
Data Obyektif
a.
Keadaan Umum
Penderita dalam kelemahan, composmentis, apatis, stupor, somnolen,
soporo coma dan coma. Penilaian GCS
sangat penting untuk diperhatikan.
Tanda vital
: suhu meningkat, takikardi, takipnea, dyspnea, tekanan darah
sistolik meningkat dengan diastolik normal.
b.
Pemeriksaan
Fisik (B1-B6)
· Breathing (B1)
Inspeksi :
Adanya dispnea, takipnea, sputum mengandung darah,
terjadipendarahan spontan pada hidung
Palpasi :
Kemungkinan vokal vremitus menurun akibat kualitas
pernapasan buruk karena pendarahan pada saluran respirasi
Perkusi :
Suara paru sonor atau pekak
Auskultasi : Adanya
suara napas tambahan whezing atau ronchi yang muncul akibat dari komplikasi
gejala lain.
· Blood (B2)
Inspeksi :
Adanya hipertensi, hemoraghi subkutan, hematoma dan Sianosis akral. Adanya ptekie atau ekimosis pada kulit, purpura.
Palpasi :
Penghitungan frekuensi denyut nadi
meliputi irama dan kualitas denyut nadi, denyut nadi
perifer melemah, hampir tidak teraba. Takikardi, adanya petekie pada permukaan kulit. Palpitasi
(sebagai
bentuk takikardia
kompensasi).
Perkusi : Kemungkinan
adanya pergeseran batas jantung
Auskultasi
: Bunyi jantung abnormal, tekanan darah terjadi peningkatan sistolik, namun
normal pada diastolik.
·
Brain (B3)
Inspeksi : Kesadaran
biasanya compos mentis, sakit kepala,
perubahan tingkat kesadaran, gelisah dan
ketidakstabilan vasomotor.
·
Bladder (B4)
Inspeksi :
Adanya hematuria (kondisi di mana urin
mengandung darah atau sel-sel darah merah. Keberadaan darah dalam urin biasanya
akibat perdarahan di suatu tempat di sepanjang saluran kemih.
Palpasi :
kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemih karena distensi sebagai bentuk komplikasi
·
Bowel (B5)
Inspeksi :
klien biasanya mengalami mual muntah penurunan nafsu
makan, dan peningkatan lingkar abdomen akibat pembesaran limpa. Adanya hematemesis dan melena.
Palpasi :
adakah nyeri tekan abdomen,
splenomegali, pendarahan pada saluran cerna
Perkusi :
Bunyi pekak deteksi adanya pendarahan
pada daerah dalam abdomen
Auskultasi : Terdengar bising usus
menurun (normal 5-12x/menit).
·
Bone (B6)
Inspeksi :
Kemungkinan adanya nyeri otot sendi dan punggung, aktivitas mandiri
terhambat, atau mobilitas
dibantu sebagian akibat kelemahan. Toleransi
terhadap aktivitas
sangat rendah.
Pemeriksaan Diagnostik (Wiwik dan
Sulistyo, 2008 : 133)
·
Pemeriksaan
DL :
- jumlah trombosit rendah hingga mencapai 100.000/
mm3 (normal 150.000-350.000 / mm3 )
- Penurunan hemoglobin
- Kadar trombopoietin tidak meningkat
·
Masa
koagulasi untuk PT dan PTT memanjang
·
Foto toraks
dan uji fungsi paru
·
Tes kerapuhan
kapiler meningkat
·
Skrining
antibodi
·
Aspirasi
sumsum tulang, menunjukkan peningkatan jumlah megakariosit
·
Tes sensitif menunjukkan IgG antitrombosit pada
permukaan trombosit atau dalam serum
3.2 Diagnosa Keperawatan
1.
Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk suplai
oksigen
2.
Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
3.
Nyeri
berhubungan dengan agen biologis (splenomegali)
4.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake nutrisi tidak adekuat
5.
Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan fisik
6.
Resiko tinggi
cedera berhubungan dengan meningkatnya kerentanan pendarahan
7.
Defisit
pengetahuan mengenai kondisi dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya
informasi
8. Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan mengenai kondisi dan
pencegahan
3.3 Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler
yang diperlukan untuk suplai oksigen
a. Tujuan
Setelah di
lakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam menunjukkan
perbaikan perfusi jaringan
b. Kriteria Hasil
- Tidak ada atau penurunan takipneu
- Menunjukan TTV stabil
c. Intervensi
1) Observasi secara berkala adanya dispnea, takipnea, adanya bunyi nafas
tak normal atau menurun, terbatasnya
ekspansi dinding dada.
Rasional ; Deteksi dan pengawasan terhadap proses perfusi
jaringan. Takipnea dapat terjadi karena peningkatan kompensasi
curah jantung.
2) Observasi perubahan pada tingkat kesadaran yang dapat terjadi
secara tiba-tiba
Rasional : Hipoksia
dapat mempengaruhi fungsi otak dan perubahan
kesadaran.
3) Pantau adanya sianosis dan perubahan pada warna kulit termasuk
membrane mukosa dan
kuku.
Rasional :
Sianosis menunjukkan suplai oksigen pada
jaringan sangat
berkurang.
4)
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
Rasional: Meningkatkan
ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
5)
Tingkatkan tirah baring atau batasi latihan fisik dan bantu aktifitas
perawatan diri sesuai
keperluan
Rasional: Menurunkan konsumsi
oksigen dalam metabolisme tubuh.
6)
Berikan oksigen sesuai kebutuhan dan indikasi
Rasional: Memenuhi
kebutuhan oksigen dan mengoptimalkan suplai
oksigen untuk metabolisme tubuh.
7)
Kolaborasi :
Pemberian Kortikosteroid, terapi awal prednison dosis 0,5-1,2
mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
Rasional : Untuk menekan respon
kekebalan tubuh dan meningkatkan
jumlah trombosit.
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi
a. Tujuan
Setelah di
lakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam menunjukkan
perbaikan integritas kulit
b. Kriteria Hasil
- Integritas kulit baik dapat
dipertahankan
- Tidak ada lesi pada kulit
- Klien dapat mengidentifikasi faktor risiko
atau perilaku untuk mencegah cedera dermal
c. Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya pada klien saat
pemeriksaan
Rasional : Meningkatkan kerjasama dalam
pelayanan keperawatan
2) Observasi integritas kulit, catat perubahan pada
turgor
Rasional ; Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi,
dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh, mudah rusak dan terinfeksi.
2) Observasi kualitas petekie, ekimosis dan
purpura yang muncul
Rasional : Merupakan
gejala dari adanya pendarahan dibawah
permukaan kulit sebagai deteksi ITP
3) Pantau adanya sianosis dan perubahan pada warna kulit termasuk
membrane mukosa dan
kuku.
Rasional :
Sianosis menunjukkan suplai oksigen pada
jaringan sangat
berkurang.
4)
Jelaskan
gejala dari proses penyakit untuk mencegah ansietas
Rasional : Manifestasi yang muncul secara
mendadak dapat
meningkatkan resiko ansietas pada klien dan
cedera
5)
Berikan
kebersihan lingkungan dan tempat tidur klien yang kering dan
hindari kelembapan
Rasional : Media lembab dan kebersihan
minimal merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan organisme
patogenik, meningkatkan
resiko
infeksi.
6)
Batasi
aktivitas dan hindarkan dari benda-benda berbahaya dan tajam
Rasional : Mencegah resiko cedera yang akan
memperburuk integritas
kulit
dan pendarahan hebat.
7)
Anjurkan dan
bantu untuk sering mengubah posisi.
Rasional : mencegah komplikasi dekubitus yang sangat
dikhawatirkan
pada penderita ITP
8)
Programkan jad
wal dan bantu untuk latihan rentang gerak aktif atau
pasif
secara bertahap sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan sirkulasi jaringan
dan mencegah statis
9)
Kolaborasi
Gunakan alat pelindung atau alas dengan bahan
khusus, misalnya pada
tempat tidur dengan sprei bahan lembut dan tidak
panas.
Rasional: Menghindari kerusakan kulit
dengan mencegah dan menurunkan tekanan pada permukaan kulit.
10)
Pantau
integritas kulit secara berkala, petekie, ekimosis dan purpura
Rasional : Penilaian terhadap intervensi
yang dilakukan dan deteksi
adanya
komplikasi atau perburukan kondisi
3. Nyeri berhubungan dengan agen biologis
(splenomegali)
b. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 60 menit nyeri
berkurang dan terkontrol
c. Kriteria Hasil
- TTV dalam batas normal
- Nyeri hilang atau berkurang
- Klien dapat mengontrol nyeri
- Dapat mempraktekkan manajemen nyeri
a. Intervensi
1)
Bina hubungan
saling percaya dengan klien
Rasional : Meningkatkan kerjasama selama proses keperawatan
2)
Observasi keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat
faktor-faktor yang memperberat nyeri.
Rasional
: Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri
dan keefektifan program.
3) Ajarkan teknik manajemen nyeri, dengan distraksi
dan pengalihan
perhatian
Rasional :
Kemampuan manajemen nyeri mampu mengurangi dan mengontrol rasa nyeri.
4)
Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan
Rasional : Peninggian
linen tempat tidur menurunkan tekanan pada daerah yang nyeri.
5)
Anjurkan dan
bantu untuk sering mengubah posisi.
Rasional : mencegah komplikasi dekubitus yang sangat
dikhawatirkan
pada penderita ITP
6)
Bantu untuk bergerak di tempat
tidur, hindari gerakan yang
menyentak.
Rasional : Mencegah
terjadinya kelelahan umum berkelanjutan
dan
kekakuan sendi sekitar daerah nyeri.
7) Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap
Rasional : Mengetahui jumlah trombosit penurunan kadar Hb dan
leukosit terhadrap proses penyakit
8) Kolaborasi
Lakukan uji antibodi trombosit dengan tes sensitif
Rasional : Menunjukkan
jumlah Ig G antitrombosit pada permukaan
atau dalam serum. Mengetahui faktor penyebab splenomegali.
9) Kolaborasi
Berikan obat-obatan analgesik sesuai indikasi dan advice dokter
(misalnya : asetil salisilat)
Rasional
: Sebagai anti inflamasi dan pereda nyeri, meningkatkan
mobilitas.
10) Kolaborasi
Imunosupressan : Siklofosfamid (2 mg/kgBB/hari per oral)
Rasional : Golongan obat agen imunosupresif, menekan
sistem
kekebalan alami tubuh
11) Pantau daerah nyeri pada lokasi splenomegali
Rasional : Menentukan intervensi yang dilakukan, mengetahui
kualitas
pembesaran dan pembentukan neoantigen dengan proses perjalanan
penyakit.
12) Pantau kualitas nyeri terhadap perkembangan
pengobatan
Rasional : Deteksi dini adanya gangguan atau meningkatnya
tingkat
keparahan setelah pengobatan
4.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi
tidak adekuat
a.
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi seimbang
b.
Kriteria hasil
- Klien mengatakan nafsu makan
meningkat.
- Berat badan stabil
- Klien terlihat dapat menghabiskan
porsi makan yang di sediakan.
c.
Intervensi
1)
Dokumentasikan status nutrisi
klien, catat turgor kulit,berat badan,saat ini dan tingkat kehilangan berat
badan , integritas mukosa mulut, tonus perut riwayat nausea, vomitus atau diare.monitor intake output serta
berat badan secara terjadwal.
Rasional : Menjadi data fokus untuk menentukan rencana tindakan
lanjutan setelah tindakan
yang diberikan kepada klien.
2)
Berikan perawatan mulut sebelum
dan sesudah makan
Rasional : Meningkatkan kenyamanan flora normal mulut , sehingga
akan meningkatkan perasaan nafsu makan. Mencegah infeksi.
3)
Anjurkan makanan sedikit tapi
sering dengan diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP).
Rasional : Meningkatkan intake makanan dan nutrisi klien terutama
kadar protein tinggi akan meningkatkan
mekanisme tubuh dalam
proses penyembuhan.
4)
Anjurkan keluarga untuk membawa
makanan dari rumah terutama yang di sukai oleh klien dan makan bersama klien
jika tidak ada kontra indikasi.
Rasional : Merangsang klien untuk bersedia meningkatkan intake makanan yang
berfungsi sbg sumber energi bagi penyembuhan.
5)
Anjurkan pada ahli gizi untuk
menetukan untuk komposisi diet.
Rasional : Menetukan kebutuhan nutrisi yang tepat bagi klien.
6)
Programkan
diet kaya vitamin K, dominasi menu sayur-sayuran hijau
Rasional
: Vitamin K berfungsi untuk membantu penggumpalan
darah.
7)
Hindarkan
dari segala jenis makanan mengandung MSG
Rasional
: Menyebabkan memar-memar pada tubuh dan memperburuk
gejala
klien
8)
Monitor pemeriksaan laboratorium misal BUN serum protein dan
albumin.
Rasional : Mengontrol keefektifan tindakan terutama dengan kadar
protein darah.
9)
Berikan vitamin sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan komposisi tubuh dan nafsu makan klien.
5.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien menunjukkan toleransi
aktifitas
b. Kriteria hasil
- Menunjukkan
peningkatan toleransi aktivitas sesuai
indikasi
- TTV stabil saat beraktivitas
- Kadar Hb dalam batas normal
c. Intervensi
1)
Bina hubungan saling percaya pada klien
Rasional : Meningkatkan kerjasama selama proses
keperawatan
2)
Observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan
kelemahan, keletihan.
Rasional : Mengetahui
tingkat intoleransi pasien, mempengaruhi pilihan
intervensi dan program latihan.
2)
Pantau TD, nadi, dan pernafasan saat sebelum,
selama dan sesudah aktivitas
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen ke jaringan.
3)
Berikan lingkungan yang tenang dalam proses
keperawatan
Rasional
: meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen
tubuh.
4)
Ajarkan dan bantu untuk sering
mengubah posisi dengan perlahan tanpa
gerakan menyentak
Rasional : Mencegah
komplikasi dekubitus yang akan memperburuk kondisi klien. Gerakan menyentak
dapat memicu hipotensi
postural.
5)
Pantau adanya pusing dan penurunan
kesadaran
Rasional
: hipotensi postural atau hipoksia serebral menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
6) Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap secara
berkala
Rasional : Mengetahui jumlah masing-masing
komponen darah terutama hemoghlobin
7) Pantau kadar hemoghlobin secara teratur
Rasional : Mengetahui kadar hemoghlobin klien yang
berpengaruh pada aktivitas yang akan diprogramkan
8) Jadwalkan program
latihan sesuai indikasi
Rasional : Meragsang
toleransi aktivitas dengan memberikan latihan secara bertahap
9) Pantau status nutrisi
dan programkan diet kaya zat besi
Rasional : Status nutrisi
berpengaruh pada kemampuan klien toleransi
aktifitas. Diet kaya zat besi
membantu menstabilkan kadar hemoghlobin
dalam darah
6.
Resiko tinggi
cedera berhubungan dengan meningkatnya kerentanan
pendarahan.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien melakukan aktivitas dengan terhindar
dari resiko cedera
b. Kriteria hasil
- Klien terbebas
dari cedera
- Klien
mampu memahami dan mempraktekkan cara atau metode untuk mencegah cedera
- Klien dan keluarga mampu
menjelaskan faktor resiko dari lingkungan atau perilaku personal untuk menghindari cedera
- Mampu memodifikasi
gaya hidup dengan aktivitas sederhana
bebas resiko cedera
- Mampu mengenali perubahan status yang ada
c. Intervensi
1) Kondisikan lingkungan yang aman dan tenang untuk pasien
Rasional : Meminimalkan rangsangan dan
menghindari ansietas yang
dapat meningkatkan resiko cedera
2) Identifikasi kebutuhan
keamanan klien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien
dan riwayat penyakit terdahulu pasien.
Rasional : Adaptasi aktivitas klien
menghindari gerak berlebihan dan
mencegah komplikasi
3) Memodifikasi lingkungan
yang berbahaya dan jauhkan dari benda
benda
tajam
Rasional : Menghidarkan terjadinya cedera
kecil sampai berat yang
akan
menimbulkan pendarahan. Tetap dapat
beraktivitas untuk
memenuhi
kebutuhan sesuai kemampuan kognitif tanpa terhambat oleh
kondisi sekitar.
4) Memasang side rail
tempat tidur
Rasional : Melindungi dari resiko jatuh ketika
tidur atau gerakan tubuh
yang
tidak terkoordinasi apabila muncul tiba-tiba.
5) Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan bersih
Rasional : Memelihara kenyamanan dengan
keterbatasan aktivitas,
sehingga kebersihannya tetap terjaga.
6) Memberikan penerangan
yang cukup dan menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau pasien.
Rasional : Memudahkan untuk memenuhi
penerangan sesuai
kebutuhan
dan enghindarkan dari resiko jatuh atau terkena benda
tajam.
9) Anjurkan dan diskusikan dengan keluarga untuk melakukan
pengawasan aktivitas pada klien
Rasional : Membantu dalam pengawasan aktivitas
pasien
10) Berikan
penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
Rasional
: Pemahaman yang cukup bagi keluarga atas perubahan
kesehatan
pada penderita sangat penting, untuk meningkatkan kerja
sama
keluarga dengan perawat dalam proses penyembuhan.
3.4 Implementasi dan Evaluasi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan
dengan penurunan
komponen
seluler yang diperlukan untuk suplai oksigen
Implementasi :
- Observasi secara berkala adanya dispnea, takipnea, bunyi nafas
menurun
- Observasi perubahan tingkat kesadaran
- Pantau adanya sianosis dan perubahan pada kulit,
membran mukosa, kuku
- Tinggikan posisi kepala sesuai toleransi
- Tingkatkan tirah baring dan
- Batasi aktivitas fisik dan bantu perawatan diri
sesuai kebutuhan
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Kolaborasi kortikosteroid, prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari
Evaluasi :
- TTV dalam batas normal
- Tidak ada takipnea
- Tidak ada sianosis
- Klien kooperatif dalam proses perawatan
- Klien tidak mengalami penurunan kesadaran
2.
Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
Implementasi
:
-
Bina hubungan
saling percaya
-
Observasi
integritas kulit, catat perubahan turgor
-
Pantau
kualitas petekie, ekimosis dan purpura
-
Pantau
perubahan warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku
-
Jelaskan
proses dari gejala penyakit yang muncul
-
Berikan
lingkungan yang bersih dan tidak lembab
-
Batasi
aktivitas, hindarkan dari benda berbahaya
-
Kolaborasi
gunakan alas atau alat pelindung dari bahan khusus, lembut,
tidak panas
Evaluasi :
-
Tidak ada luka atau lesi pada kulit
-
Integritas kulit baik dapat dipertahankan
-
Klien dapat mengidentifikasi faktor resiko atau perilaku untuk
mencegah cedera dermal
-
Petekie atau ekimosis berkurang
-
Tidak terjadi perdarahan
3.
Nyeri
berhubungan dengan cedera agen biologis (splenomegali)
Implementasi :
-
Bina hubungan
saling percaya dengan klien
-
Observasi
keluhan nyeri, catat intensitas dan lokasi nyeri
-
Ajarkan
manajemen nyeri dengan teknik distraksi dan pengalihan
perhatian
-
Anjurkan dan
bantu untuk sering mengubah posisi
-
Ajarkan dan
bantu bergerak ditempat tidur tanpa gerakan menyentak
-
Kolaborasi
lakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap
-
Kolaborasi
uji antibodi trombosit dengan tes sensitif
-
Kolaborasi,
pemberian immunosupresan : Siklofosfamid 2
mg/kgBB/hari per oral
-
Kolaborasi
analgesik sesuai indikasi dan advice dokter
-
Pantau
keluhan nyeri terhadap perkembangan pengobatan
Evaluasi :
- TTV dalam batas normal
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien dapat mengontrol nyeri
- Klien dapat mempraktekkan manajemen nyeri
4.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake nutrisi tidak
adekuat
Implementasi :
- Pantau status nutrisi dan BB klien
- Monitor intake dan output
- Perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
- Anjurkan dan programkan makan sedikit tapi sering
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet
- Programkan diet kaya vitamin K, dominasi menu
sayuran hijau
- Hindarkan makanan dengan MSG
- Monitor pemeriksaan BUN serum protein dan albumin
Evaluasi :
- Nafsu makan klien meningkat
- Tidak mengalami penurunan BB
- Klien mengikuti diet yang diprogramkan
- Klien menghabiskan porsi makan
5.
Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan kelemahan fisik dan perubahan
Nutrisi
Implementasi :
- Bina hubungan saling percaya
- Observasi kemampuan klien untuk melakukan
aktifitas normal, catat
laporan kelemahan,
keletihan saat beraktifitas
-
Pantau TD, nadi, dan pernafasan saat sebelum,
selama dan sesudah
aktivitas
- Bantu untuk sering klien mengubah posisi dengan
perlahan tanpa
gerakan menyentak
- Pantau adanya pusing dan penurunan kesadaran
- Kolaborasi pemeriksaan
darah lengkap
- Pantau kadar Hb pada
klien
- Jadwalkan program
latihan sesuai indikasi
- Pantau status nutrisi
dan programkan diet kaya zat besi
Evaluasi :
- TTV dalam batas normal saat sebelum, selama dan
sesudah melakukan
aktifitas
- Kadar Hb stabil dan tidak mengalami penurunan
- Klien mengalami peningkatan
toleransi aktivitas sesuai indikasi
- Klien melakukan program latihan yang dijadwalkan
6.
Resiko tinggi
cedera berhubungan dengan meningkatnya kerentanan
Pendarahan
Implementasi :
- Bina hubungan saling percaya pada klien
- Kondisikan lingkungan yang
aman dan tenang untuk klien
- Identifikasikan kebutuhan
keamanan klien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat penyakit
terdahulu
- Modifikasi lingkungan yang
berbahaya dan jauhkan benda-benda
tajam
- Memasang side rail tempat
tidur
- Diskusikan dengan keluarga
untuk melakukan pengawasan terhadap
aktifitas klien
- Berikan penerangan yang
cukup dan menempatkan
saklar lampu
ditempat yang mudah
dijangkau klien
- Berikan penjelasan pada klien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit
Evaluasi :
- Klien terbebas dari cedera
- Klien mampu memahami dan mempraktekkan cara atau metode untuk
mencegah cedera
- Klien dan keluarga mampu
menjelaskan faktor resiko dari lingkungan
atau perilaku
personal untuk menghindari cedera
- Mampu memodifikasi gaya hidup dengan
aktivitas sederhana bebas
resiko cedera
- Memahami perubahan status kesehatan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
ITP
merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia Purpura. Idiopatik artinya
penyebabnya tidak diketahui. Trombositopenia artinya berkurangnya jumlah
trombosit dalam darah atau darah tidak mempunyai platelet yang cukup. Purpura
artinya perdarahan kecil yang ada di dalam kulit. ITP
diklasifikasikan menjadi menjadi akut dan kronik. ITP primer berrsifat
idiopatik,sedangkan sekunder disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus atau
hipersplenisme. Manifestasi klinisnya adalah
munculnya petekie, ekimosis, vesikel, purpura,kelemahan, epistaksis atau
pendarahan gusi.
Revised by
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO 2014/2015
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman. 2009. Kamus saku Kedokteran DORLAND.Edisi 28. Jakarta:EGC
Handayani, Wiwik, Sulistiyo A.B. 2008. Pada Klien dengan Gangguan System Hematologi. Jakarta : Salemba
medika
Kimberly, AJ. Bilotta. 2012. Kapita
Selekta Penyakit : dengan Implikasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H, Hardi Kusuma. 2013. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi.
Yogyakarta: Media Action Publishing
Pearce, Evelyn .C. 2013. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Prima Grafika
Potter, Patricia A., & Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik Volume
1. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2003. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Volume 2. Jakarta :
EGC.
Yuliani, Rita, Suriadi. 2001.
Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Dokter Sehat Team. 2013. http://doktersehat.com/purpura-trombositopenik-idiopatik-itp/ (Diakses pada tanggal 14 November 2014, pukul
16.20)
http://dokmud.wordpress.com/2013/06/03/idiopathic-thombocytopenic-purpura-itp/
Diakses tanggal 25 November 2013, Pukul 07.38
Judarwanto, Widodo. 2012. http://growupclinic.com/2012/04/28/penanganan-terkini-idiopatik-trombositopenia-purpura-itp/ (Diakses pada tanggal 14 November 2014, pukul 16.24)
Laeliyah. 2013. http://www.docstoc.com/docs/148287533/ASKEP-PPTI Diakses tanggal 25 November 2014, Pukul 19.00
N. F. Febrian. 2009. http://febrianfn.wordpress.com/2009/01/12/trombositopenia/ (Diakses pada tanggal 15 November 2014, pukul
19.34)
Pertiwi, Endang. 2014. http://www.slideshare.net/EndangPertiwi/asuhan-keperawatan-idiopatik-trombositopenia-purpura
(Diakses pada tanggal 14 November 2014,
pukul 16.25)
Rofinda, Zelly Dia. 2012. http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_2/68-74.pdf Diakses pada tanggal 26 November 2014, pukul
20.12
Sulasmy, Deian. http://www.academia.edu/5491349/17_IMUNOLOGI
HEMATOLOGIdeswita Diakses pada tanggal 26 November 2014, pukul 20.00
Yuwono, I. Faizal. 2007. http://eprints.undip.ac.id/22676/1/Faizal.pdf
Diakses pada tanggal 26 November 2014, pukul 19.58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar