KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TBC PARU
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semenjak tahun 2000,
tuberkulosis telah dinyatakan WHO sebagai remerging desease, karena angka
kejadian TB yang telah dinyatakan menurun pada tahun 1990 kembali meningkat.
Kasus TB di Indonesia tidak pernah menurun dan cenderung meningkat. Laporan
internasional menyatakan bahwa Indonesia merupakan kasus terbesar ketiga
setelah Cina dan India.
Penularan TB
oleh bakteri yang terdapat dalam droplet yang dikeluarkan penderita sewaktu
bersin atau berbicara sangat mudah sebagai jembatan penyebaran infeksi.
Pengobatan tidak teratur, pemakaian OAT yang terputus dan tidak tuntas dapat
mengakibatkan resistensi bakteri terhadap obat dan menambah resiko penyebaran
infeksi yang lebih besar. Perawat diwajibkan untuk memahami dengan benar
mengenai TB agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Selain itu melakukan usaha pencegahan untuk memutuskan
rantai penularan infeksi. Sehingga dengan dibuatnya makalah ini sebagai mahasiswa diharapkan
dapat memahami tinjauan teori dan konsep asuhan dasar keperawatan dari tuberkulosis paru.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Definisi
Tuberkulosis Paru?
2.
Bagaimana etiologi Tuberkulosis Paru?
3.
Manifestasi
klinik pada klien dengan Tuberkulosis
Paru?
4.
Patofisiologis
Tuberkulosis Paru?
5.
Bagaimana
Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru?
6.
Komplikasi
pada klien dengan Tuberkulosis Paru?
7.
Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis Paru?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
dan Memahami Definisi Tuberkulosis Paru
2.
Menjelaskan
dan Memahami etiologi Tuberkulosis Paru
3.
Menjelaskan
dan Memahami Manifestasi klinik pada klien dengan Tuberkulosis Paru
4.
Menjelaskan
dan Memahami Patofisiologis Tuberkulosis
Paru
5.
Menjelaskan
dan Memahami Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
6.
Menjelaskan
dan Memahami Komplikasi pada klien dengan Tuberkulosis Paru
7.
Menjelaskan
dan Memahami Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis
Paru
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
DEFINISI
Tuberculosis (Tb) penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis juga dapat ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama, mycobacterium tuberculosis, adalah
batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar ultraviolet. (Suzanne & Brenda, 1996 : 584).
Tuberculosis
paru merupakan contoh lain infeksi
saluran pernapasan bawah, yang disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium
tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet), dari satu individu ke
individu lainnya dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus (Corwin, 2008 : 545).
Tuberculosis adalah penyakit menular pada manusia
dan hewan yang disebabkan oleh spesies mikrobakterium yang ditandai dengan
pembentukan tuberkel dan nekrosis pada jaringan paru paru. (Dorland, 2009 : 1127).
Tuberkulosis pada manusia ditemukan dalam dua
bentuk (Suzanne & Brenda, 1996 : 584) :
1.
Tuberkulosis
primer adalah jika terjadi infeksi pertama kali
2.
Tuberkulosis
sekunder, kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan aktif setelah
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa.
Mayoritas terjadi karena adanya penurunan imunitas yang disebabkan oleh
malnutrisi, penggunaan alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal
ginjal.
Klasifikasi
menurut American Thoracic Society :
- Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif , tes tuberkulin negatif.
- Kategori 1 : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak negatif, tes tuberkulin negatif.
- Kategori 2 : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif.
- Kategori 3 : terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
2.2
ETIOLOGI
Tuberculosis ditularkan dari penderita ke orang lain melalui transmisi udara . Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1 – 4 mikron dan tebal 0,3 – 0,6 mikron. Individu terinfeksi
melalui kontak saat berbicara, bersin, dengan melepaskan droplet besar (dari
100 mikron) dan kecil 1-5 mikron (Suzanne & Brenda, 1996 : 584). Oleh karena itu
penyakit ini merupakan air bone infection. Infeksi terjadi apabila droplet
nukleat terhisap arah ke jaringan paru setelah mengalami berbagai hambatan
sepanjang saluran nafas bagian atas dan bawah. Implantasi kuman terjadi pada respiratory
bronchial atau alveolus dan selanjutnya akan berkembang.
Sebagian besar kuman terdiri dari
asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
sehingga disebut bakteri tahan asam. Sifat lain kuman ini adalah aerob yaitu
kuman lebih menyenangi jaringan yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu bagian apikal paru (Irman Somantri, 2009).
2.3
MANIFESTASI KLINIK
Gejala umum TB paru
batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa mengeluarkan sputum, malaise, demam
ringan , nyeri dada, batuk darah. Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia dan
penurunan berat badan. Sedangkan gejala khusus antara lain tergantung dari
organ tubuh yang terkena bila terjadi sumbatan sebagaian bronkus atau saluran
yang menuju ke paru-paru akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar
akan menimbulkan suara wheezing, suara napas melemah yang disertai sesak. (
Irman Soemantri, 2009 : 68)
-
Demam : subfebris, febris
(40-41° C) hilang timbul.
-
Batuk : terjadi karena adanya
iritasi pada bronkis, sebagai reaksi tubuh untuk membuang atau mengeluarkan sekret produksi dari reaksi inflamasi, baik dimulai dengan batuk
kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka
waktu lama (kurang lebih 3 minggu).
-
Sesak napas : timbul pada tahap
lanjut ketika infiltrasi radang sampai setengah paru.
-
Nyeri dada : nyeri jarang timbul, hanya jika infiltrasi radang sampai ke pleura
-
Malaise : ditemukan berupa
anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot, serta berkeringat pada malam hari tanpa sebab.
-
Suara khas pada perkusi dada abnormal
-
Pada atelektasis terhadap
gejala paru-paru : sianosis, sesak napas, dan kolaps. Bagian dada klien tidak
bergerak pada saat bernapas.
-
Peningkatan sel darah limfosit yang menandakan terjadinya proses infeksi
-
Pada anak, berkurangnya BB dua bulan berturut-turut tanpa sebab yang
jelas atau gagal dalam masa pertumbuhan, demam berlanjut hingga dua minggu,
demam dan batuk tidak respons terhadap terapi.
PATOFISIOLOGI
(Arif Mutaqin, 2008)
2.4
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang di berikan dapat berupa
metode preventif dan kuratif yaitu sebagai berikut:
- Penyuluhan
Penyuluhan
meliputi informasi lengkap mengenai TBC , bagaimana penyebarannya, pencegahan
infeksi dan pencegahan penularan virus TBC.
- Pencegahan
-
Identifikasi dan pengobatan
dini individu dengan tuberkulosis aktif(TB)
a.
Pertahankan indeks kecurigaan
TB yang tinggi untuk mengidentifikasikan kasus dengan cepat.
b.
Dengan cepat lakukan terapi
efektif banyak obat anti TB berdasarkan pada data klinis dan surveilense resistensi
obat.
-
Pencegahan penyebaran doplet
infeksius dengan metoda mengontrol sumber dan dengan mengurangi kontaminasi
mikroba di udara dalam ruangan.
a.
Lakukan tindakan pencegahan
isolasi hasil tahan asam (BTA) dengan segera bagi semua pasien yang diduga atau dinyatakan
mempunyai TB aktif dan mereka yang mungkin infeksius. Tindakan pencegahan
isolasi BTA termasuk penggunaan ruangan pribadi dengan tekanan negatif dalam
hubungannya dengan area disekitarnya dan pertukaran udara minimum 6 kali per
jam. Udara dalam ruangan harus dikeluarkan secara langsung ke luar. Penggunaan
lampu ultraviolet atau filter udara efisiensi partikular yang tinggi untuk
menambahkan ventilasi dapat dipertimbangkan
b.
Individu yang memasuki ruangan
isolasi BTA harus menggunakan respirator partikular disposibel yang menempel
dengan tepat dan benar di wajah
c.
Lanjutkan tindakan pencegahan
isolasi sampai terdapat bukti klinis penurunan infeksius (yaitu batuk berkurang
secara substansial, dan jumlah organisme pada sputum berikutnya berkurang). jika diduga
atau dinyatakan adanya resistensi obat, lanjutkan tidak
kewaspadaan isolasi sampai sputum menunjukan negatif terhadap BTA.
-
Surveilens untuk Transmisi TB
a.
Pertahankan surveilens terhadap
infeksi TB diantara petugas kesehatan (HCW) dengan pemeriksaan kulit tuberkulin
secara periodik,rutin. Terapi preventif yang sesuai
dengan kondisi bagi HCW jika ada indikasi.
b.
Pertahankan surveilens terhadap
kasus TB diantara pasien dan HCW.
c.
Dengan cepat lakukan prosedur
penyelidikan kontak diantara HCW, pasien, dan pengunjung yang terpajan dengan pasien TB
infeksius yang tidak diobati. Atau yang menjalani pengobatan secara tidak efektif yang tidak
dilakukan prosedur BTA yang sesuai.Rekomendasikan terapi yang sesuai atau
terapi preventif untuk kontak dengan penyakit atau infeksi TB tanpa penyakit
baru.Regimen teraupetik harus dipilih berdasarkan pada riwayat klinis dan data
surveilen resisten obat lokal.
-
Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap
kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit, Puskesmas, balai
pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi asrama.
- Vaksinasi BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah mikroorganisme Mycobacterium bovis yang dilemahkan atau dimatikan yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang menular dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC. Dilakukan secara intradermal pada bagian lengan atas bayi atau anak. Pada anak dosis 0,1 ml dan bayi 0.05 ml.
- Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia PPTI).
3. Pengobatan
OAT
harus di berikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisi
dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan
pemberian OAT adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT.
OAT yang biasa
digunakan antara lain :
·
Isoniazid (INH)
·
Rifampisin (R)
·
Pirazinamid (Z)
·
Steptomosin (S) yang bersifat
bekterisid dan etambutol yang bersifat bakteriostatik.
·
EMB (Ethambutol Hydrochloride)
Prinsip pengobatan :
a.
OAT harus
diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam jumblah cukup dan
dosis yang tepat sesuai kategori pengobatan. Tidak dianjurkan menggunakan
monoterapi (OAT tunggal)
b.
Lakukan
pengawasan langsung atau DOT ( directely observed treatment) untuk memastikan
kepatuhan pasien meminum obat.
Hal ini sangat penting diperhatikan agar pasien
dapat menjalankan terapi dengan tuntas untuk mematikan dan mencegah infeksi
dari TB berulang.
Pengobatan TB
dilakukan melalui 2 fase, yaitu:
a.
Fase awal intensif (2 bulan pertama setiap hari),
dengan kegiatan bekterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah
dengan cepat. minimal 3 macam obat seperti INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
b.
Fase lanjutan (tiga kali
dalam seminggu selama 4 bulan,
kecuali pada TB berat), dengan 2 macam obat Rifampisin (R) dan INH.
5. Konsultasi dokter secara
teratur
6. Pemeriksaan diagnostik
- Kultur
sputum : menunjukkan hasil positif untuk Mycobacterium Tuberculosis
pada
stadium aktif.
- Ziehl Neelsen ( Acid-fast Stain
Aplied to smear of body fluid) : positif untuk
bakteri tahan asam (BTA).
- Skin Test ( PPD, Mantoux, Tine) :
reaksi positif (area indurasi 10mm atau
lebih, timbul 48-72 jam setelah
injeksi antigen melalui intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan
adanya antibody tetapi tidak
mengindikasikan penyakit sedang
aktif.
- Foto
rongent dada (chest x-ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi
awal
di bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang
membaik atau cairan pada efusi. Perubahan
mengindikasikan TB yang lebih
berat,
dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
- Histologi
atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF,
serta
biopsi kulit) : menunjukkan hasil positif utuk Mycrobacterium
Tuberculosis.
- Needle
biopsi of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel sel besar
yang
mengindikasikan nekrosis.
-
Elektrolit : mungkin abnormal bergantung pada lokasi dan beratnya infeksi,
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi
air, mungkin ditemukan pada
TB paru konflik lanjut.
- ABGs : mungkin abnormal, bergantung pada lokasi,
berat, dan sisa kerusakan
paru.
- Bronkografi
: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan paru
karena TB.
- Daerah : leukositotis, laju
endap darah (LED) meningkat.
- Tes
fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat dan
saturasi oksigen menurun yang
merupakan gejala sekunder dari fibrosis atau
infiltrasi parenkim paru dan
penyakit pleura.
2.5
KOMPLIKASI
Komplikasi
yang mungkin muncul akibat TBC antara lain :
a.
Hemoptisis
b.
Kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial
c.
Bronkiestasis
d.
Pneumotorak
e.
Infusiensi cardio pulmoner
f.
Gagal napas
g.
Penyebaran infeksi ke organ
lain seperti otak dan tulang
h.
Pleuritis
i.
Efusi pleura
j.
Emfisema
k.
Laringitis tuberculosis
l.
Amiloidosis
m.
SOPT (Sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis)
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Data
subjektif
1.
Identitas Klien
· Nama klien
· Nomer RM
· Jenis kelamin
Komposisi antara laki-laki dan perempuan terhadap
penyerangan infeksi virus TBC hampir sama. Pada perokok aktif kasusnya lebih
banyak terjadi dibanding yang tidak mengkonsumsi rokok
·
Umur
TB paru pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun
namun yang paling banyak adalah pada usia antara 1-2 tahun. Anak anak lebih
sering mengalami TB luar paru-paru dibanding TB paru (extrapulmonary)
·
Status perkawinan
·
Pekerjaan
Penyakit TB paru sering diderita dari golongan
ekonomi menengah kebawah. Dan juga berhubungan dengan jenis pekerjaan yang
berada dilingkungan yang banyak terpajan polusi udara setiap harinya. Polusi
udara dapat menurunkan efektifitas kerja paru-paru dan menurunkan sistem
imunitas tubuh kita.
·
Agama
·
Alamat
Lingkungan dengan penderita TB paru yang cukup
banyak memicu mudahnya penyebaran infeksi serta keadaan lingkungan dengan
kualitas kebersihan yang buruk juga dapat menjadi faktor penularan virus TBC
·
Tanggal MRS
·
Diagnosa Medis
Diagnosa medis sering menunjukkan adanya komplikasi
pada klien penderita TB paru.
2. Riwayat Keperawatan.
a.
Keluhan utama :
·
Demam : subfebris, febris
(40-41° C) hilang timbul.
·
Batuk : terjadi karena adanya
iritasi pada bronkis, sebagai reaksi tubuh untuk mengeluarkan produksi dari proses inflamasi, mulai
dari batuk kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul
dalam jangka waktu lama (kurang lebih 3 minggu).
·
Sesak napas : timbul pada tahap
lanjut ketika infiltrasi radang sampai setengah paru.
·
nyeri dada meningkat karena
batuk berulang namun jarang ditemukan
kecuali terjadi infiltrasi radang sampai ke pleura
b.
Riwayat penyakit sekarang
Sesak napas
dan batuk kadang disertai sputum atau tidak, demam tinggi, kesulitan tidur, BB menurun drastis. Malaise ditemukan
anoreksia, napsu makan dan berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, serta
berkeringat pada malam hari tanpa sebab. Pada atelektasis terhadap
gejala sianosis, sesak napas, dan kolaps.
c.
Riwayat
penyakit dahulu
Untuk mengetahui penyakit yang
pernah diderita sebelumnya apakah ada hubungannya dengan penyakit sekarang
seperti penyakit jantung paru (penyakit pernafasan), penyakit DM. riwayat
pemakaian alkohol.
d.
Riwayat
penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit TB Paru
(penyakit pernafasan lain) yang menular.
3.
Pola Fungsi Kesehatan
a.
Pola persepsi terhadap kesehatan
Terjadi perubahan hidup yang tidak
sehat karena defisit perawatan
diri akibat
kelemahan, sehingga menimbulkan masalah kesehatan
yang juga memerlukan perawatan yang
serius.
b.
Pola nutrisi metabolisme
Penderita pada umumnya kehilangan nafsu makan, tidak
dapat mencerna, terjadi penurunan BB, turgor kulit buruk, kering atau kulit bersisik, kelemahan otot atau hilangnya lemak subkutan.
c.
Pola eliminasi.
Pola ini biasanya terjadi perubahan pada eliminasi akut karena asupan
yang kurang sehingga penderita biasanya tidak bisa BAB secara normal. Klien harus dibiasakan dengan urine jingga pekat
akibat konsumsi OAT.
d.
Pola istirahat-tidur.
Penderita pada umumnya kesulitan tidur pada malam hari karena demam, menggigil, berkeringat dan batuk terus-menerus.
e.
Pola aktivitas latihan
Penderita terjadi kelelahan umum dan kelemahan otot,
kelelahan, nyeri dan sesak mempengaruhi
aktifitas pada penderita TB.
f.
Pola persepsi diri
Adanya kecemasan, menyangkal dari kondisi, ketakutan
dan mudah terangsang, perasaan tidak berdaya dan tidak punya harapan untuk sembuh.
g.
Pola kognitif perseptual
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi kemampuan panca indra penglihatan, pendengaran dan
penciuman serta perubahan memori akibat dari efek samping banyak obat pada saat
dalam tahap penyembuhan.
h. Pola toleransi koping stress
Adanya ketidakefektifan dalam mengatasi masalah individu
dan keluarga pada penderita.
i.
Pola reproduksi seksual
Pada umumnya terjadi
penurunan seksualitas pada penderita TB.
j.
Pola hubungan peran
Terjadi keadaan yang sangat menggangu hubungan interpersonal karena TBC dikenal
sebagai penyakit menular.
k.
Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress spiritual pada diri penderita, bila
terjadi serangan yang hebat atau penderita tampak kurang sehat.
Data Obyektif
a.
Keadaan Umum
Penderita dalam keadaan lemah,
composmentis, apatis, stupor, somnolen,
soporo coma dan coma. Penilaian GCS
sangat penting untuk diperhatikan.
Tanda vital
: suhu meningkat, takikardi, takipnea, dyspnea.
b.
Pemeriksaan
Fisik (B1-B6) (Arif Muttaqin, 2008 : 87)
·
Breathing
(B1)
Pemeriksaan
fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi :
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan, sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya tampak kurus
sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada
antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit
dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya
ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada sisi yang
sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS)
pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi,
biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika
terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya
klien akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan
menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan
sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru,
biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi
secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum,
terutama apabila TB paru disertai adanya brokhiektasis yang membuat klien akan
mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu
mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap
intervensi keperawatan yang telah diberikan.
Palpasi :
Gerakan
dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi
pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal
seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding
pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru
yang luas.
Getaran
suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan
tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan
oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk
membuat dinding dada dalam gerakan resonan, teerutama pada bunyi konsonan.
Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus.
Palpasi trakea. Adanya pergeseran
trakea menunjukan meskipun tidak spesifik penyakit dari lobus atau paru . pada
TB paru yang disertai adanya efusi pleura massif dan pneumothoraks akan
mendorong posisi trakea kea rah berlawanan dari sisi sakit.
Perkusi :
Pada klien
dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada
sisi yang sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks
ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi :
Pada klien
dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit.
Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di
daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop
ketika klien berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan didapatkan
penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
·
Blood (B2)
Inspeksi :
adanya jaringan
parut dan keluhan kelemahan fisik dengan
sianosis kemungkinan mengalami syok.
Palapsi :
penghitungan frekuensi denyut nadi
meliputi irama dan kualitas denyut nadi,denyut nadi
perifer melemah
Perkusi :
batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan
efusi pleura condong kearah paru yang sehat.
Auskultasi :
tekanan darah biasanya normal atau mengalami peningkatan
tetapi jarang ditemukan.bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
·
Brain (B3)
Kesadaran biasanya compos mentis, pada pengkajian
objektif klien tampak dengak wajah meringis,merintih.
·
Bladder (B4)
Inspeksi :
adanya oliguria menandakan syok hipovolemi. Urin
berwarna jingga pekat dan berbau menandakan fungsi ginjal normal pada penderita
TB sebagai eksresi dari OAT terutama rimfamisin
Palpasi :
kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemih karena distensi sebagai bentuk komplikasi
·
Bowel (B5)
Inspeksi : klien
biasanya mengalami mual muntah penurunan nafsu makan dan penuruan berat badan.
Palpasi : adakah
nyeri tekan abdomen sebagai komplikasi
Perkusi : Adakah distensi abdomen
akibat batuk berulang
Auskultasi : Terdengar bising usus
menurun (normal 5-12x/menit).
·
Bone (B6)
Inspeksi :
Kemungkinan adanya
deformitas, aktivitas mandiri terhambat,
Atau mobilitas
dibantu sebagian akibat kelemahan otot.
Palpasi
:
Adakah
nyeri tekan pada sendi atau tulang akibat dari komplikasi
infeksi
TB pada tulang
3.2 Diagnosa Keperawatan
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan
dengan adanya penumpukan sekret
2.
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan penurunan jaringan efektif
paru, kerusakan membran alveolar
3.
Nyeri
berhubungan dengan batuk berulang sebagai respon tubuh untuk
mengeluarkan sekret
4.
Gangguan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake nutrisi
tidak adekuat
5.
Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan dispnea dan batuk berulang
6.
Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan kelemahan fisik dan perubahan nutrisi
7.
Defisit
pengetahuan mengenai kondisi dan pencegahan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, informasi yang kurang.
8. Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan mengenai kondisi dan
pencegahan
9.
Resiko tinggi
penyebaran infeksi berhubungan tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri
3.3 Rencana Keperawatan
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
a.
Tujuan
Setelah tindakan keperawatan selama 1x 24 jam jalan nafas bersih dan kembali efektif.
b.
Kriteria hasil
-
Klien dapat menunjukkan perilaku mempertahankan bersihan jalan
nafas, tidak ada suara
tambahan ronchi
-
Klien dapat
mendemonstrasikan batuk efektif secara mandiri
-
Klien dapat mengeluarkan sekret
-
Tidak ada
dispnea.
-
Frekuensi pernapasan
normal (16-20x/ menit ) reguler
c.
Intervensi
-
Observasi
secara berkala pada fungsi fungsi respirasi, adanya suara napas tambahan
ronchi, frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan
(penarikan otot intercostae)
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan
atelektasis, adanya suara napas tambahan ronchi menunjukkan akumulasi sekret
akibat dari ketidak mampuan untuk membersihkan jalan napas yang menimbulkan
penggunaan otot bantu pernafasan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan oksigen.
-
Catat kemampuan untuk batuk efektif,
mengeluarkan sekret atau sputum, karakter, jumlah sputum, dan
adanya hemoptisis.
Rasional : Batuk
efektif sangat penting dalam proses pengeluaran sekret atau sputum. Sputum berdarah kental diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi) paru
atau luka bronchial yang memerlukan intervensi lanjutan.
-
Berikan posisi semi fowler atau fowler tinggi
Rasional : Posisi semi fowler membantu
memaksimalkan ekspansi
paru, memaksimalkan proses pernapasan
-
Ajarkan
teknik batuk secara efektif
Rasional : Batuk
efektif mempermudah pengeluaran sekret
-
Bersihkan sekret dari mulut dan
trachea, suction bila perlu .
Rasional : Mencegah obstruksi atau aspirasi, penghisapan dapat
dilakukan bila klien tidak dapat mengeluarkan
sekret secara
mandiri.
-
Pertahankan makanan cairan
sedikitnya 2500 ml/hari utamakan
dalam kondisi hangat kecuali kontra indikasi.
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu mengencerkan
sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
-
Berikan
oksigen udara inspirasi yang lembab.
Rasional :
mencegah pengeringan membran mukosa, membantu pengenceran sekret.
-
Berikan
oksigen nasal 3-4 Lpm jika klien sesak
Rasional
: Membantu pemenuhan kebutuhan oksigen pada klien
-
Berikan pengobatan
sesuai indikasi :
-
Agen
mukolitik misal : asetilsistein (mucomyst)
Rasional : menurunkan kekentalan , dan
perlengketan sekret paru, untuk memudahkan pembersihan jalan nafas.
-
Bronkodilator,
misal teofilin oksitrifilin
Rasional : meningkatkan ukuran lumen percabangan
trakeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara
-
Kortikosteroid
(prednison) misal deksametason.
Rasional :
mempertebal dinding saluran udara atau bronkus.
-
Berikan agen
anti-infeksi, misal :
-
Obat primer
isoniazid (INH), Ethambutol (EMB), Rifampin
(RMP),
Pirazinamide (PZA), Streptomycin
Rasional : Menurunkan keaktifan mikroorganisme
sehingga dapat menurunkan respon inflamasi dan produksi sekret.
2. Gangguan Pertukaran
gas berhubungan dengan penurunan
jaringan efektif paru, kerusakan membran alveolar
a. Tujuan
setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
gangguan pertukaran gas tidak terjadi
b. Kriteria Hasil
- Tidak ada atau penurunan dispnea
- Tidak menunjukan
gejala distres pernapasan
- Menunjukan perbaikan
ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
gas darah arteri
dalam rentang normal
c. Intervensi
- Kaji ulang adanya dispnea, takipnea, adanya bunyi nafas tak normal
atau menurun, peningkatan upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi
dinding dada, dan kelemahan.
Rasional ; TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari
bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis
luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispenea berat sampai di stress
pernapasan.
-
Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan atau perubahan pada warna kulit termasuk membrane mukosa dan kuku.
Rasional : Akumulasi secret atau pengaruh jalan nafas dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan jaringan.
-
Ajarkan bernapas menggunakan
bibir selama ekshalasi.
Rasional; Membuat tahanan melawan udara luar, untuk
mencegah kolaps/penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara
melalui paru dan menghilangkan/menurunkan nafas pendek.
-
Tingkatkan tirah baring/batasi
aktifitas dan bantu aktifitas perawatan diri sesuai keperluan.
Rasional; Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama
periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala
-
Pemeriksaan AGD
Rasional; Penurunan kadar O2 (PO2) dan/atau saturasi dan
peningkatan PCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program trapi
-
Pemberian oksigen sesuai
kebutuhan tambahan
Rasional; terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia
yang terjadi akibat penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveoral paru.
-
Kartikosteroid
Rasional; Kartikosteroid berhubungan dengan keterlibatan
luas pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.
3. Nyeri berhubungan dengan batuk berulang sebagai
respon tubuh untuk
mengeluarkan sekret
a.
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 30
menit nyeri berkurang
atau hilang
b.
Kriteria
Hasil
-
Klien
menunjukkan nyeri berkurang atau hilang
-
Klien dapat
mendemonstrasikan teknik relaksasi
-
Kilen dapat
batuk tanpa rasa nyeri
c.
Intervensi
-
Kaji ulang karakteristik nyeri dengan lengkap, lokasi, durasi, skala nyeri
Rasional :
Menentukan
intervensi yang tepat untuk mengatasi nyeri, mengetahui
dengan tepat
lokasi nyeri dapat menentukan adanya komplikasi.
-
Observasi tanda-tanda
vital
Rasional :
Mengetahui fungsi
sistem tubuh dan deteksi adanya perubahan sistem
tubuh yang
ditunjukan oleh tanda vital
-
Berikan keadaan nyaman misalnya suasana tenang, perubahan posisi,
relaksasi atau latihan nafas dalam (distraksi)
rasional :
tindakan non analgesik diberikan untuk managemen nyeri dapat
dan
memperbesar efek terapi analgesik
-
Tawarkan pembersihan mulut dengan sering dan berikan oksigen dengan
tingkat kelembapan sesuai indikasi
kondisi infeksi pada penderita TB
rasional :
pernafasan mulut dan terapi oksigen
dapat mengiritasi dan mengeringkan
membran mukosa, potensial gangguan ketidaknyamanan (nyeri)
-
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama batuk.
Rasional :
alat untuk mengontrol ketidaknyamanan
sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
-
Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
rasional :
obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non
produktif menjadi produktif tanpa
rasa nyeri.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat
a.
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan nutrisi terjaga
b.
Kriteria hasil
- Perasaan mual hilang atau berkurang.
- Klien mengatakan nafsu makan
meningkat.
- berat badan klien tidak mengalami
penurunan drastis dan cenderung
stabil.
- Klien dapat terlihat dapat
menghabiskan porsi makan yang di sediakan.
- Hasil analisis laboratorium
menyatakan protein darah atau albumin darah
dalam rentang normal
c.
Intervensi
-
Dokumentasikan status nutrisi
klien, catat turgor kulit,berat badan,saat ini dan tingkat kehilangan berat
badan , integritas mukosa mulut, tonus perut riwayat nausea/ vomitus atau diare.monitor
intake output serta berat badan secara terjadwal.
Rasional:
Menjadi data fokus
untuk menentukan rencana tindakan lanjutan setelah tindakan yang diberikan kepada klien.
-
Berikan perawatan mulut sebelum
dan sesudah penatalaksanaan respiratori.
Rasional:
Meningkatkan kenyamanan flora normal mulut , sehingga akan
meningkatkan perasaan nafsu makan.
-
Anjurkan makanan sedikit tapi
sering dengan diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP).
Rasional :
Meningkatkan intake
makanan dan nutrisi klien terutama kadar protein tinggi akan meningkatkan mekanisme tubuh dalam proses penyembuhan.
-
Anjurkan keluarga untuk membawa
makanan dari rumah terutama yang di sukai oleh klien dan makan bersama klien
jika tidak ada kontra indikasi.
Rasional :
Merangsang klien untuk bersedia meningkatkan intake makanan yang
berfungsi sbg sumber energi bagi penyembuhan.
-
Anjurkan pada ahli gizi untuk
menetukan untuk komposisi diet.
Rasional:
Menetukan kebutuhan nutrisi yang tepat bagi klien.
-
Monitor pemeriksaan laboratorium misal BUN serum protein dan albumin.
Rasional:
Mengontrol keefektifan
tindakan terutama dengan kadar protein darah.
-
Berikan vitamin sesuai indikasi
Rasional:
Meningkatkan komposisi
tubuh dan nafsu makan klien.
3.4 Implementasi dan Evaluasi
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan
sekret
a.
Implementasi
-
Kaji ulang fungsi
respirasi, adanya suara napas tambahan ronchi,
frekuensi,
irama dan kedalaman pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan
(penarikan otot intercostae)
-
Catat kemampuan untuk batuk efektif,
mengeluarkan sekret atau sputum, karakter, jumlah sputum, dan
adanya hemoptisis.
-
Berikan posisi semi fowler atau fowler tinggi
-
Ajarkan
teknik batuk secara efektif
- Pertahankan makanan cairan sedikitnya 2500 ml/hari utamakan dalam kondisi hangat kecuali kontra indikasi.
-
Berikan
pengobatan sesuai indikasi OAT dan agen
anti-infeksi
a. Evaluasi
-
Klien dapat menunjukkan perilaku mempertahankan bersihan jalan nafas
-
TTV dalam
rentang normal
-
tidak ada
suara tambahan ronchi
Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif Klien
dapat mengeluarkan sekret secara mandiri
-
Tidak
ditemukan dispnea
2.
Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru, kerusakan membran
alveolar
a. Implementasi
- Kaji ulang dispnea, takipnea, tak normal atau menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya
pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.
- Evaluasi
perubahan pada tingkat kesadaran
- Catat sianosis dan
atau perubahan pada warna kulit termasuk membrane
mukosa dan kuku
- Ajarkan bernapas
menggunakan bibir selama ekshalasi
- Lakukan Pemeriksaan
AGD
- Pemberian oksigen
sesuai kebutuhan tambahan
-
Kolaborasi Pemberian
Kortikosteroid
b. Evaluasi
-
Klien
mengalami penurunan atau tidak menunjukkan dispnea
- Tidak menunjukan gejala distres
pernapasan
- Pemeriksaan gas darah arteri pada klien dalam
rentang normal
3. Nyeri berhubungan dengan batuk berulang sebagai respon tubuh untuk mengeluarkan sekret
a. Implementasi
- Kaji ulang
dan observasi secara berkala karakteristik nyeri dengan lengkap, lokasi durasi, dan skala nyeri
- Obsevasi TTV
- Berikan keadaan nyaman, relaksasi atau latihan
nafas dalam (distraksi)
- Lakukan pembersihan mulut dengan
sering dan berikan oksigen dengan
tingkat kelembapan sesuai indikasi kondisi infeksi pada penderita TB
- Bantu pasien dalam teknik
menekan dada selama batuk.
- Kolaborasi dalam pemberian
analgesik sesuai indikasi
b. Evaluasi
-
Klien
menunjukkan nyeri berkurang atau hilang
-
Klien dapat
mendemonstrasikan teknik relaksasi secara mandiri
-
Kilen dapat
batuk efektif tanpa rasa nyeri
4. Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Intake nutrisi tidak adekuat
a.
Implementasi
-
Dokumentasikan status nutrisi
klien, catat turgor kulit,berat badan,saat ini dan tingkat kehilangan berat
badan , integritas mukosa mulut, tonus perut , riwayat nausea atau vomitus dan diare
-
Monitor intake output serta berat badan secara terjadwal
-
Berikan perawatan mulut sebelum
dan sesudah penatalaksanaan respiratori
-
Anjurkan makanan sedikit tapi
sering dengan diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP)
-
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet sesuai indikasi
-
Monitor pemeriksaan laboratorium misal BUN serum protein dan albumin.
a.
Evaluasi
- Perasaan
mual hilang atau berkurang.
- Klien
mengatakan nafsu makan meningkat.
- Berat badan klien tidak mengalami penurunan derastis dan cenderung
stabil
- Klien dapat
terlihat dapat menghabiskan porsi makan yang di sediakan.
- Albumin
darah dalam rentang normal
Revised by
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO 2014/2015
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilyn. E. 2005. Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC
Dorland, W.A Newman. 2009. Kamus saku Kedokteran DORLAND.Edisi 28. Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Edisi 2. Jakarta:Salemba Medika
Nurarif, A.H, Hardi Kusuma. 2013. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi.
Yogyakarta: Media Action Publishing
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar